Banten
adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan
bagian dari provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000 dengan
keputusan Undang-undang nomor 23 tahun 2000. Pusat pemerintahan Banten berada
di Kota Serang.
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah
dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, dengan masyarakat yang terbuka dan
makmur. Banten pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara.
Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti
Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan di kampong Lebak di tepi Ci
Danghiyang, Kecamatan Munjul-Pandeglang, Banten.
Pada awal abad ke-17 masehi, Banten merupakan
salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di
Asia. Tata administrasi modern pemerintah dan kepelabuhan sangat menunjang bagi
tumbuhnya perekonomian masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah
yang sekarang menjadi provinsi Lampung.
Litografi berdasarkan lukisan oleh Abraham Salm dengan pemandangan di
Banten (1865-1872).
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia-Belanda
mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekosentrasi
yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi
pertama yang dibentuk di wilayah Hindia-Belanda yang diresmikan dengan surat
keputusan tanggal 11 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran
Negara) 1926 No.326, 1928 No.27jo No.28, 1928 No.438, dan 1932 No.507. Banten
menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie
West Java disamping Batavia, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jalur Sutra, yang menghubungkan
antara India dan Nusantara berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi
pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur didalam negeri dengan pendatang
dari India, Cina, Portugal, Arab, dan Belanda.
Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk
menyesuaikan kultur di Nusantara. Khususnya Banten yang daerahnya sangat
strategis, yakni berada pada jalur pelayaran dan perdagangan Nusantara, bahkan
Internasional dan kesuburan tanahnya, Banten berhasil mengalahkan negara
indukya bahkan dapat menguasasi sebagian wilayah kekuasaan Pajajaran
pertengahan abad 16. Sehingga 'wajar' Banten
terdiri dari beberapa agama yang mewarnai. Ditambah lagi dengan kultur
masyarakat Banten yang sejak dahulu di kenal sebagai orang yang sangat fanatik
dalam hal agama, juga bersifat agresif dalam hal agama.
Penduduk Banten sebagian besar
keturunan orang Jawa dan Cirebon yang dalam perjalanan waktu berbaur dengan
orang-orang Sunda, Bugis, Melayu dan Lampung. Perbauran yang begitu intens
menyebabkan penduduk Banten memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal bahasa dan
adat istiadat dengan masyarakat asalnya. Begitu pula dalam hal penampilan fisik
dan watak, orang Banten menunjukkan perbedaan yang nyata dengan orang Sunda,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Diantara yang membentuk kebudayaan mereka, hampir
tak terdapat ciri-ciri peradaban Hindu-Jawa. Islam melakukan penetrasi yang
sangat dalam pada masyarakat banten.
Adalah Banten yang kini merupakan
salah satu provinsi di Indonesia, Setelah pisah dari provinsi Jawa Barat tahun
2000. Tuntutan yang serupa sebenarnya telah dua kali di lakukan, yakni tahun
1963 dan tahun 1970, namun selalu mengalami kegagalan.
Banten terletak di bagian Barat
Pulau Jawa yang melingkupi daerah Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, Cilegon
dan Tengerang, atau hanya lebih kurang 20% dari keseluruhan wilayah yang pernah
di kuasai pada masa Banten lama yang meliputi, Bogor,
karawang, Kerawang Bekasi hingga perbatasan
Cirebon di wilayah Timur dan Lampung masuk kekuasan Banten lama di wilayah
Barat. Disebelah utara terdapat laut Jawa, sebelah Barat terdapat Selat Sunda
dan sebelah selatan terletak samudera Indonesia. sedangkan batas disebelah
Timur terbentang dari Cisadane (Tangerang) sampai pelabuhan Ratu. Pulau-pulau
di sekitarnya yang masih termasuk wilayah Banten adalah Panaitan, Pulau Rakata,
Pulau Sertung, Pulau Panjang, Pulau Dua, Pulau Deli dan Pulau Tinjil.
Berdasarkan sensus tahun 2000,
atau lebih jauh lihat Banten angka Tahun 2000, Bapeda Provinsi & Badan
Satatistik Kabupaten Serang. Disebutkan bahwa jumlah penduduk Banten kini
sekitar 8.098.277 orang dengan komposisi 95,89% beragama Islam, 1,59% beragama
Protestan , 1,03% beragama Katolik, 1,15% beragama Budha, 0,22% beragama Hindu,
sedangkan sisanya memeluk agama lokal (Sunda Wiwitan), yakni orang-orang Baduy.
Berdasarkan sejarah bahwa Banten adalah salah satu wilayah yang
menjadi bandar besar yang menjadi persinggahan utama dan penghubung antara
pedagang dari berbagai negara, diantaranya Arab, Parsi,
India dan Cina dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sehingga wajar
kalau Banten khususnya, Nusantara Umumnya terjajah oleh agama-agama yang di
usung masing-masing negara yang melakukan transaksi perdagangan.
Di Provinsi Banten
terdapat Suku Baduy. Suku
Baduy merupakan suku asli Sunda
Banten yang masih menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun
pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya
Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy
umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah
ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus
dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
Penduduk asli yang hidup
di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan sebagai
bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan
dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang pertama tercipta pada
masa Kesultanan
Mataram
menguasai Priangan (bagian timur Provinsi Jawa Barat).
Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak
dan Pandeglang menggunakan Bahasa Sunda Campuran
Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa
Banten
digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa
Indonesia
dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang
beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi, bahasa Indonesia juga
digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain Indonesia.
Kultur atau kebudayaan
yang di miliki oleh masyarakat Banten tak pernah lepas dari ke fanatikan agama
dan etnisnya. Walaupun masyarakat Banten secara keseluruhan menganut agama
Islam akan tetapi setiap budaya yang di milikinya tak melarang agama lain untuk
bisa ikut melestarikan dan menjaga kebudayaan Banten. Setiap kebudayaan saling
berlomba-lomba untuk dapat menarik perhatian wisatawan maupun masyarakat itu
sendiri. Karena masyarakat Banten memiliki kebudayaan yang diselaraskan dengan
agama yang mereka anut. Tak lengkap rasanya ketika membicarakan sebuah budaya
tanpa mengikutsertakan tempat wisatanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar