Minggu, 27 Mei 2012

Masyarakat di Banten


Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000 dengan keputusan Undang-undang nomor 23 tahun 2000. Pusat pemerintahan Banten berada di Kota Serang.
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan di kampong Lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul-Pandeglang, Banten.
Pada awal abad ke-17 masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintah dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonomian masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung.


Litografi berdasarkan lukisan oleh Abraham Salm dengan pemandangan di Banten (1865-1872).
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekosentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Hindia-Belanda yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 11 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No.326, 1928 No.27jo No.28, 1928 No.438, dan 1932 No.507. Banten menjadi salah satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Batavia, Buitenzorg (Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jalur Sutra, yang menghubungkan antara India dan Nusantara berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur didalam negeri dengan pendatang dari India, Cina, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Nusantara. Khususnya Banten yang daerahnya sangat strategis, yakni berada pada jalur pelayaran dan perdagangan Nusantara, bahkan Internasional dan kesuburan tanahnya, Banten berhasil mengalahkan negara indukya bahkan dapat menguasasi sebagian wilayah kekuasaan Pajajaran pertengahan abad 16. Sehingga 'wajar' Banten terdiri dari beberapa agama yang mewarnai. Ditambah lagi dengan kultur masyarakat Banten yang sejak dahulu di kenal sebagai orang yang sangat fanatik dalam hal agama, juga bersifat agresif dalam hal agama.
Penduduk Banten sebagian besar keturunan orang Jawa dan Cirebon yang dalam perjalanan waktu berbaur dengan orang-orang Sunda, Bugis, Melayu dan Lampung. Perbauran yang begitu intens menyebabkan penduduk Banten memiliki perbedaan-perbedaan dalam hal bahasa dan adat istiadat dengan masyarakat asalnya. Begitu pula dalam hal penampilan fisik dan watak, orang Banten menunjukkan perbedaan yang nyata dengan orang Sunda, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Diantara yang membentuk kebudayaan mereka, hampir tak terdapat ciri-ciri peradaban Hindu-Jawa. Islam melakukan penetrasi yang sangat dalam pada masyarakat banten.
Adalah Banten yang kini merupakan salah satu provinsi di Indonesia, Setelah pisah dari provinsi Jawa Barat tahun 2000. Tuntutan yang serupa sebenarnya telah dua kali di lakukan, yakni tahun 1963 dan tahun 1970, namun selalu mengalami kegagalan.
Banten terletak di bagian Barat Pulau Jawa yang melingkupi daerah Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, Cilegon dan Tengerang, atau hanya lebih kurang 20% dari keseluruhan wilayah yang pernah di kuasai pada masa Banten lama yang meliputi, Bogor, karawang, Kerawang Bekasi hingga perbatasan Cirebon di wilayah Timur dan Lampung masuk kekuasan Banten lama di wilayah Barat. Disebelah utara terdapat laut Jawa, sebelah Barat terdapat Selat Sunda dan sebelah selatan terletak samudera Indonesia. sedangkan batas disebelah Timur terbentang dari Cisadane (Tangerang) sampai pelabuhan Ratu. Pulau-pulau di sekitarnya yang masih termasuk wilayah Banten adalah Panaitan, Pulau Rakata, Pulau Sertung, Pulau Panjang, Pulau Dua, Pulau Deli dan Pulau Tinjil.
Berdasarkan sensus tahun 2000, atau lebih jauh lihat Banten angka Tahun 2000, Bapeda Provinsi & Badan Satatistik Kabupaten Serang. Disebutkan bahwa jumlah penduduk Banten kini sekitar 8.098.277 orang dengan komposisi 95,89% beragama Islam, 1,59% beragama Protestan , 1,03% beragama Katolik, 1,15% beragama Budha, 0,22% beragama Hindu, sedangkan sisanya memeluk agama lokal (Sunda Wiwitan), yakni orang-orang Baduy.
Berdasarkan sejarah bahwa Banten adalah salah satu wilayah yang menjadi bandar besar yang menjadi persinggahan utama dan penghubung antara pedagang dari berbagai negara, diantaranya Arab, Parsi, India dan Cina dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sehingga wajar kalau Banten khususnya, Nusantara Umumnya terjajah oleh agama-agama yang di usung masing-masing negara yang melakukan transaksi perdagangan.
Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy. Suku Baduy merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasai Priangan (bagian timur Provinsi Jawa Barat). Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglang menggunakan Bahasa Sunda Campuran Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi, bahasa Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain Indonesia.
Kultur atau kebudayaan yang di miliki oleh masyarakat Banten tak pernah lepas dari ke fanatikan agama dan etnisnya. Walaupun masyarakat Banten secara keseluruhan menganut agama Islam akan tetapi setiap budaya yang di milikinya tak melarang agama lain untuk bisa ikut melestarikan dan menjaga kebudayaan Banten. Setiap kebudayaan saling berlomba-lomba untuk dapat menarik perhatian wisatawan maupun masyarakat itu sendiri. Karena masyarakat Banten memiliki kebudayaan yang diselaraskan dengan agama yang mereka anut. Tak lengkap rasanya ketika membicarakan sebuah budaya tanpa mengikutsertakan tempat wisatanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar